Sudah berapa yakk..

Minggu, 25 November 2012

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


BAB II
PEMBAHASAN


A.     MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
1.     Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
          Salah satu model otonomi pendidikan ini adalah yang disebut dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Sekolah mempunyai kewenangan untuk melakukan kreasi, inovasi dan improvisasi dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu. Manajemen Berbasis Sekolah adalah model manajemen yang memberikan
otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan
bersama/partisipatif dari semua warga sekolah dan masyarakat.
            Untuk mengelola sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Otonomi yang demikian memberikan kebebasan sekolah untuk membuat program-program sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pengambilan keputusan bersama dengan warga sekolah dan dedikasi tanggung jawab bersama untuk kemajuan sekolah. Dengan tidak mengurangi otonomi sekolah, demi kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok untuk menguasai sekolah tanpa partisipasi warga sekolah dan masyarakat.
            Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, seperti yang di amanatkan dalam GBHN. Hal tersebut diharapakan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso, maupun secara mikro.
            Kerangka makro erat kaitannya dengan upaya politik yaitu desentralisasi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, aspek mesonya berkaitan dengan kebijakan daerah tingkat provinsi sampai ke tingkat kabupaten, sedangkan aspek mikro melibatkan seluruh sektor dan lembaga pendidikan yang paling bawah, tetapi terdepan dalam pelaksanaannya bertumpu pada sekolah yang sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan tersebut.
                        Secara konseptual ada beberapa istilah yang berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah (MBS), di antaranya school based management atau school based decision making and management. Konsep dasar MBS adalah mengalihkan pengambilan keputusan dari pusat, kanwil, kandep, dinas ke level sekolah. Mulyasa (2006:11) mengutip pendapat BPPN dan Bank Dunia (1999) memberi pengertian MBS atau SBM merupakan alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.
            MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai dengan seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya pengalihan kewenangan pengambilan keputusan ke level sekolah, maka sekolah diharapkan lebih mandiri dan mampu menentukan arah pembangunan pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakat. Hal ini berarti bahwa sekolah harus mampu mengembangkan program relevan dengan kebutuhan masyarakat.       Defenisi yang lebih luas tantang MBS dikemukakan oleh Wohlstetter dan Mohrman (1996) (dalam Hasbullah, 2006: 67), yaitu sebuah pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipan sekolah pada tingkat yang lokal guna untuk memajukan sekolahnya.
            Partisipan lokal sekolah tak lain adalah Kepala Sekolah, guru, konselor, pengembang kurikulum, administrator, orang tua siswa, masyarakat sekitar, dan siswa). Sehubungan dengan pendapat tersebut, bahwa aspek politik dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat bawah menjadi tanggung jawab sekolah karena kewenangan dan kekuasaan yang selama ini terkonsentrasi pada pemerintah telah di serahkan ke sekolah sebagai tempat penyelenggara pendidikan di masyarakat.

2.     Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah (MBS) bertujuan untuk menjadikan sekolah lebih mandiri atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi), fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah dalam mengelola sumber daya, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan (Hadiyanto, 2004:70). Sementara itu, menurut Direktorat SLTP Departemen Pendidikan Nasional (2002), secara khusus tujuan implementasi MBS adalah:
1.         Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerja sama, akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia
2.         Meningkatkan kepedulian terhadap warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama
3.         Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah untuk meningkatkan mutu sekolah
4.         Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

MBS berpotensi menawarkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada masyarakat tingkat sekolah. Menurut Hasbullah (2006: 69) MBS menjamin bahwa semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat, semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada di sekolah untuk berinovasi dan berimprovisasi.
MBS atau School Based Management merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif produktif. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dari perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru manajemen pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada sekolah dan pelibatan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah yang leluasa menguasai sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah. (Mulyasa, 2006). Untuk mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien, hal penting yang harus diperhatikan adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Salah satu komponen yang harus dikelola dengan baik, yaitu manajemen sekolah dengan masyarakat. Karena, dalam MBS partisipasi masyarakat sangat penting, tidak seperti pada masa lalu yang hanya terbatas pada mobilisasi dana. Keterlibatan masyarakat benar-benar sangat menentukan setiap pengambilan keputusan.
Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam konsep penyelenggaraan pendidikan sekolah dituntut memiliki tanggung jawab yang tinggi, di samping itu juga dibutuhkan peran orang tua, masyarakat, maupun pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Dalam pelaksanaan otonomi pendidikan terjadi pengaturan perimbangan kewenangan antara pusat dan daerah, masing-masing harus mempunyai komitmen tinggi untuk mewujudkannya, sebab keberhasilan otonomi daerah ditentukan tiga hal, yaitu: (1) adanya political will dan political commitment dari pemerintah pusat untuk benar-benar memberdayakan daerah; (2) adanya itikad baik dari pemerintah dalam membantu keuangan daerah; (3) adanya perubahan perilaku elit lokal untuk dapat membangun daerah.
Menurut Osborn dan Gaebler (2005: 41) peran birokrasi pemerintah adalah mengarahkan organisasi mencapai sasaran dari pada mengayuh. Bahwa untuk mencapai tujuan suatu kebijakan khususnya di bidang pendidikan, peran pemerintah lebih bersifat strategis, sebagai fasilitator, sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan operasional akan ditentukan oleh sekolah berserta orang tua siswa dan masyarakat sekitarnya (stakeholders).
Menurut Hasbullah (2006:42) Pemerintah pusat mempunyai komitmen untuk mengurus hal-hal strategis pendidikan pada tatanan nasional meliputi: (1) mengembangan kurikulum pendidikan nasional; (2) bantuan teknis; (3) bantuan dana; (4) monitoring; (5) pembakuan mutu; (6) pendidikan moral dan karakter bangsa; (7) pendidikan bahasa Indonesia. Sedangkan pemerintah daerah mempunyai komitmen untuk mengurus hal-hal operasional pendidikan, khususnya dalam pengelolaan pendidikan yang meliputi aspek-aspek: (1) kelembagaan; (2) kurikulum; (3) sumber daya manusia; (4) pembiayaan; (5) sarana prasarana.

3.     Prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
A.     Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan.
B.     Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas
C.    Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System)
Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri.
D.    Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)
Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Manajemen kurikulum dan program pengajaran.

Adapun Prinsip dan Implementasi MBS Prinsip utama dalam pelaksanaan MBS ada 5 (lima) hal yaitu sebagai berikut:
1.     Fokus pada mutu
2.     Bottom-up planning and decision making
3.     Manajemen yang transparan
4.     Pemberdayaan masyarakat
5.     Peningkatan mutu secara berkelanjutan

Prinsip MBS Dalam mengimplementasikan MBS terdapat 4 (empat) prinsip yang harus difahami yaitu: kekuasaan; pengetahuan; sistem informasi; dan sistem penghargaan.
1)     Kekuasaan Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan dengan sistem pendidikan sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah berjalan dengan efektif dan efisien. Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat dukungan partisipasi dari berbagai pihak, terutama guru dan orangtua siswa. Seberapa besar kekuasaan sekolah tergantung seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan. Pemberian kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam teori MBS tidak mungkin dilaksanakan dalam seketika, melainkan ada proses transisi dari manajemen yang dikontrol pusat ke MBS. Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan:
a.      melibatkan semua fihak, khususnya guru dan orangtua siswa.
b.      membentuk tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan yang relevan dengan tugasnya
c.      menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah
2)     Pengetahuan Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang yang berusaha secara terus menerus menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau workshop guna membekali guru dengan berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Pengetahuan yang penting harus dimiliki oleh seluruh staf adalah :
a.      pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah,
b.      memahami dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan quality assurance, quality control, self assessment, school review, bencmarking, SWOT, dll).
3)     Sistem Informasi Sekolah yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang jelas berkaitan dengan program sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga sekolah serta masyarakat sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi sekolah. Dengan informasi tersebut warga sekolah dapat mengambil peran dan partisipasi. Disamping itu ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas sekolah. Infornasi yang amat penting untuk dimiliki sekolah antara lain yang berkaitan dengan : kemampuan guru dan Prestasi siswa.
4)     Sistem Penghargaan Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem penghargaan untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi. Sistem penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier warga sekolah, yaitu guru, karyawan dan siswa. Dengan sistem ini diharapkan akan muncul motivasi dan ethos kerja dari kalangan sekolah. Sistem penghargaan yang dikembangkan harus bersifat adil dan merata. Kewenangan yang di desentralisasikan.

4.     Indikator Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah
Indikator Keberhasilan MBS. Secara umum, berikut ini adalah Indikator keberhasilan implementasi MBS.
1)     Efektif Proses Pembelajaran
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki efektivitas proses proses pembelajaran yang tingi. Ini ditunjukkan oleh sifat pembelajaran yang menekankan pada pemberdayan peserta didik. Pembelajaran bukan sekedar transformasi dan mengingat , bukan sekedar penekanan pada pengasaan pengetahuan tentang apa yang dianjarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan hayati seta dipraktekan dalam kehidupan oleh peserta didk. Bahkan pembelajaran lebih menekankan pada peserta didik agar mau belajar bagaimana belajar yang produktif.
2)     Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
Bagi sekolah yang menerapkan MBS, Kepala Sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakan dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepentingan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu Kepala Sekolah dituntut mempunyai kemampuan manajerial dan kepemimpinan yang memadai agar mampu mengambil inisiatif atau prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.
3)     Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
Tenaga kependidikan terutama guru, merupakan salah satu faktor strategis dari suatu sekolah. Oleh karena itu, pngelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kerja, hubungan kerja, sampai pada balas jasa, merupakan garapan penting bagi kepala sekolah.
Pengembangan tenaga kependidikan harus dilakukan secara terus menerus, mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Dengan kata lain, tenaga kependidikan yang diperlukan untuk manajemen berbasis sekolah adalah tenaga kependidikan yang selalu mampu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.
4)     Sekolah Memiliki Budaya Mutu
Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah sehingga setiap prilaku selalu didasari oleh profesionalisme. Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut (a) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili atau mengontrol orang ; (b) kewenangan harus sebatas tanggungjawab; (c) hasil harus diikuti “rewards: atau “ punishments” ‘; (d) kolaborasi dan sinergi harus merupakan dasar kerja sama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya : (f) atmosfer keadilan (fairness) haru ditanamkan ; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai sebuah pekerjaannya; (h) warga sekolah merasa memiliki sekolah.
5)     Sekolah Memiliki “ Team Work “ yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
Kebersamaan (Team Work) merupakan karakteristik yang dituntun oleh Manajemen Berbasis Sekolah, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah bukan hasil individual. Karena itu, budaya kerjasama antar fungsi dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.
6)     Sekolah Memilik Kemandirian
Sekolah memiliki kewengan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumber daya yang cukup untuk menjalankan tugasnya.
7)     Partisipasi Warga Sekolah dan Masyarakat
Sekolah yang menerapkan Manajemen berbasis Sekolah memiliki karakteristik partisipasi sekolah dan masyarakat yang tinggi. Hal ini di landasi keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar pula rasa tanggung jawab; dan makin besar rasa tanggung jawab makin besar pula tingkat dedikasinya.
8)     Sekolah Memiliki Ttransparansi
Keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah. Keterbukaan atau transparansi ini ditunjukan dalam pengambilan keputusan, penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.
9)     Sekolah Memiliki Kemauan Untuk Berubah (Psikologis dan Fisik).
Perubahan harus merupakan “kenikmatan” bagi semua warga sekolah. Sebaliknya, kondisi statis merupakan musuh sekolah. Tentu saja yang dimaksud dengan perubahan adalah adanya peningkatan yang bermakna positif.
Artinya, setiap perubahan yang dilakukan, hasilnya diharapkan bisa lebih baik dibanding dengan kondisi sebelumnya (ada peningkatan) terutama pada dalam mutu para peserta didik.
10)  Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditunjukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara terus menerus.
Perbaikan secara terus menerus harus merupakan kebiasaan warga sekolah. Tiada hari tanpa perbaikan. Karena itu, sistem mutu yang baku sebagai acuan bagi perbaikan harus ada. Sistem mutu yang dimaksud harus mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur dan sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu.
11)  Sekolah Resposhif dan Antisifatif terhadap Kebutuhan.
Sekolah selalu tanggap (responshive) terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah selalu membaca lingkungan dan menaggapinya secar cepat dan tepat. Bahkan sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/tututan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi. Menjemput bola, adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.
12)  Sekolah Memiliki Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai baik kepada Pemerintah maupun kepada orang tua peserta didik dan masyarakat. Berdasarkan hasil laporan program ini, Pemerintah dapat menilai apakah program MBS telah mencapai tujuan yang dikehendaki atau tidak. Jika berhasil maka, Pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan, sehingga menjadi faktor pendorong untuk meningkatkan kinerjanya dimasa yang akan datang sebaliknya jika program tersebut belum berhasil, Pemerintah perlu memberikan koreksi atas kinerjanya yang dianggap belum memenuhi kondisi yang diharapkan dan selanjutnya memberikan umpan balik bagi kepentingan peningkatan kinerja.
Demikian pula, para orang tua dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah program ini dapat prestasi anak didik dan kinerja sekolah secara keseluruan. Jika berhasil, orang tua dan masyarakat perlu memberikan semangat dan dorongan untuk peningatan program yang akan datang. Jika belum berhasil, maka orang tua dan masyarakat berhak meminta pertanggungjawaban dan penjelasan. Dengan cara ini, maka sekolah diharapkan akan menyusun dan melaksanakan program pada tahun-tahun yang akan datang dengan lebih baik. Beberapa indikator keberhasilan akuntabilitas adalah :
a.     Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah.
b.     Tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah, dan Meningkatnya kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai dan norma yang berkembang di masyarakat.
Ketiga indikator di atas dapat dipakai oleh sekolah untuk mengukur apakah akuntabilitas manajemen sekolah telah mencapai hasil sebagaiamana yang dikehendaki. Tidak saja publik merasa puas, tetapi sekolah akan mengalami peningkatan dalam banyak hal.
13.  Sekolah Memiliki Sutainabilitas
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki sutainbilitas yang tinggi hal ini dimungkinkan adanya akumulasi peningkatan mutu sumberdaya manusia, diversifikasi sumber dana, pemilikan sekolah yang mampu menggerakan income sendiri, dan dukungan yang tinggi dari masyarakat terhadap eksistensi sekolah.
14.  Out Put adalah Prestasi Sekolah
Prestasi yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah dapat memberi makna pada upaya peningkatan prestasi sekolah, baik prestasi akademik maupun non akademik.
15.  Penekanan Angka Drop out
Manajemen Berbasis Sekolah senantiasa memprioritaskan pelayanan pendidikan kepada anak didik, dengan demikian secara signipikan angka drop out diminimalkan.
16.  Kepuasan Staf
Ciri MBS antara lain memberikan peluang pada adanya berbagai kewenangan, dan tanggungjawab secara kolektif. Hal ini memungkinkan terbinanya kepuasan staf, sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

Faktor Pendukung Keberhasilan MBS
Implementasi MBS akan sangat dipengaruhi oleh bebrapa faktor yang sifatnya intrnal dilingkungan sekolah, ataupun faktor eksternal diluar sekolah. Secara umu beberapa faktor pendukung MBS tersebut adalah sebagai berikut :
1.     Kepemimpinan dan Manajemen sekolah yang baik
MBS akan berhasil jika ditopang oleh kemampuan profesional Kepala Sekolah dalam memimpin dan mengelola sekolah secara efektif dan efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi disekolah yang kondusif untuk proses belajar mengajar .
2.     Kondisi sosial, ekonomi, dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan
Faktor eksternal yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat pendidikan orang tua siswa dan masyarakat. Kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
3.     Dukungan Pemerintah
Faktor ini sangat menentukan efektivitas implementasi MBS terutama bagi sekolah yang kemampuan orang tua/masyarakat relatif belum siap memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. Alokasi dana pemerintah (APBN, APBD) dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah menjadi penentu keberhasilan.

Profesionalisme
Faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah. Tanpa profesionalisme Kepala Sekolah, Guru dan Pengawas akan sulait di capai MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa.

BAB III
PENUTUP


Kesimpulan :

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah model manajemen sekolah yang memberikan otonomi kepada sekolah dan menekankan keputusan sekolah bersama/partisipatif dari semua warga sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberikan kemungkinan sekolah memiliki kewenangan yang besar mengelola sekolahnya agar lebih berdaya kreatif sehingga dapat mengembangkan program-program yang lebih cocok dengan kebutuhan dan potensi sekolah.

DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar