BAB II
PEMBAHASAN
A.
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
1. Pengertian
Manajemen Berbasis Sekolah
Salah satu model otonomi pendidikan
ini adalah yang disebut dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Sekolah
mempunyai kewenangan untuk melakukan kreasi, inovasi dan improvisasi dalam mewujudkan
pendidikan yang bermutu. Manajemen Berbasis Sekolah adalah model manajemen yang
memberikan
otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan
bersama/partisipatif dari semua warga sekolah dan masyarakat.
otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan
bersama/partisipatif dari semua warga sekolah dan masyarakat.
Untuk mengelola sekolah dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Otonomi
yang demikian memberikan kebebasan sekolah untuk membuat program-program sesuai
dengan kebutuhan sekolah. Pengambilan keputusan bersama dengan warga sekolah dan
dedikasi tanggung jawab bersama untuk kemajuan sekolah. Dengan tidak mengurangi
otonomi sekolah, demi kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok untuk
menguasai sekolah tanpa partisipasi warga sekolah dan masyarakat.
Manajemen berbasis sekolah (MBS)
merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat
bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, seperti yang di amanatkan dalam
GBHN. Hal tersebut diharapakan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan
pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro,
meso, maupun secara mikro.
Kerangka makro erat kaitannya dengan
upaya politik yaitu desentralisasi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah,
aspek mesonya berkaitan dengan kebijakan daerah tingkat provinsi sampai ke
tingkat kabupaten, sedangkan aspek mikro melibatkan seluruh sektor dan lembaga
pendidikan yang paling bawah, tetapi terdepan dalam pelaksanaannya bertumpu
pada sekolah yang sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan tersebut.
Secara konseptual ada
beberapa istilah yang berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah (MBS), di
antaranya school based management atau school based decision making
and management. Konsep dasar MBS adalah mengalihkan pengambilan keputusan
dari pusat, kanwil, kandep, dinas ke level sekolah. Mulyasa (2006:11) mengutip
pendapat BPPN dan Bank Dunia (1999) memberi pengertian MBS atau SBM merupakan
alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan, yang
ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat dan dalam
kerangka kebijakan pendidikan nasional.
MBS memberikan kebebasan dan
kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai dengan seperangkat tanggung jawab.
Dengan adanya pengalihan kewenangan pengambilan keputusan ke level sekolah, maka
sekolah diharapkan lebih mandiri dan mampu menentukan arah pembangunan
pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakat. Hal
ini berarti bahwa sekolah harus mampu mengembangkan program relevan dengan
kebutuhan masyarakat. Defenisi yang
lebih luas tantang MBS dikemukakan oleh Wohlstetter dan Mohrman (1996) (dalam
Hasbullah, 2006: 67), yaitu sebuah pendekatan politis untuk mendesain ulang
organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipan
sekolah pada tingkat yang lokal guna untuk memajukan sekolahnya.
Partisipan lokal sekolah tak lain
adalah Kepala Sekolah, guru, konselor, pengembang kurikulum, administrator,
orang tua siswa, masyarakat sekitar, dan siswa). Sehubungan dengan pendapat
tersebut, bahwa aspek politik dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat bawah
menjadi tanggung jawab sekolah karena kewenangan dan kekuasaan yang selama ini
terkonsentrasi pada pemerintah telah di serahkan ke sekolah sebagai tempat
penyelenggara pendidikan di masyarakat.
2.
Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah (MBS)
bertujuan untuk menjadikan sekolah lebih mandiri atau memberdayakan sekolah
melalui pemberian kewenangan (otonomi), fleksibilitas yang lebih besar kepada
sekolah dalam mengelola sumber daya, dan mendorong partisipasi warga sekolah
dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan (Hadiyanto, 2004:70).
Sementara itu, menurut Direktorat SLTP Departemen Pendidikan Nasional (2002),
secara khusus tujuan implementasi MBS adalah:
1.
Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan
kemandirian, fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerja sama,
akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola,
memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia
2.
Meningkatkan kepedulian terhadap warga sekolah dan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan
bersama
3.
Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua,
masyarakat, dan pemerintah untuk meningkatkan mutu sekolah
4.
Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah dalam
meningkatkan kualitas pendidikan.
MBS berpotensi menawarkan
partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu
pada masyarakat tingkat sekolah. Menurut Hasbullah (2006: 69) MBS menjamin
bahwa semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat, semakin meningkatnya otonomi
sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber
daya yang ada di sekolah untuk berinovasi dan berimprovisasi.
MBS atau School Based Management
merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif produktif. Istilah ini
pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan
relevansi pendidikan dengan tuntutan dari perkembangan masyarakat setempat. MBS
merupakan paradigma baru manajemen pendidikan, yang memberikan otonomi luas
pada sekolah dan pelibatan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan
nasional. Otonomi diberikan agar sekolah yang leluasa menguasai sumber daya, sumber
dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta
lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Pemerataan pendidikan tampak pada
tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang
kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah. (Mulyasa, 2006). Untuk
mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien, hal penting yang harus
diperhatikan adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri.
Salah satu komponen yang harus dikelola dengan baik, yaitu manajemen sekolah
dengan masyarakat. Karena, dalam MBS partisipasi masyarakat sangat penting,
tidak seperti pada masa lalu yang hanya terbatas pada mobilisasi dana.
Keterlibatan masyarakat benar-benar sangat menentukan setiap pengambilan
keputusan.
Partisipasi masyarakat dituntut agar
lebih memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan.
Dalam konsep penyelenggaraan pendidikan sekolah dituntut memiliki tanggung
jawab yang tinggi, di samping itu juga dibutuhkan peran orang tua, masyarakat,
maupun pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Dalam pelaksanaan otonomi pendidikan
terjadi pengaturan perimbangan kewenangan antara pusat dan daerah,
masing-masing harus mempunyai komitmen tinggi untuk mewujudkannya, sebab
keberhasilan otonomi daerah ditentukan tiga hal, yaitu: (1) adanya political
will dan political commitment dari pemerintah pusat untuk
benar-benar memberdayakan daerah; (2) adanya itikad baik dari pemerintah dalam
membantu keuangan daerah; (3) adanya perubahan perilaku elit lokal untuk dapat
membangun daerah.
Menurut Osborn dan Gaebler (2005:
41) peran birokrasi pemerintah adalah mengarahkan organisasi mencapai sasaran
dari pada mengayuh. Bahwa untuk mencapai tujuan suatu kebijakan khususnya di
bidang pendidikan, peran pemerintah lebih bersifat strategis, sebagai
fasilitator, sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan operasional akan
ditentukan oleh sekolah berserta orang tua siswa dan masyarakat sekitarnya
(stakeholders).
Menurut Hasbullah (2006:42)
Pemerintah pusat mempunyai komitmen untuk mengurus hal-hal strategis pendidikan
pada tatanan nasional meliputi: (1) mengembangan kurikulum pendidikan nasional;
(2) bantuan teknis; (3) bantuan dana; (4) monitoring; (5) pembakuan mutu; (6)
pendidikan moral dan karakter bangsa; (7) pendidikan bahasa Indonesia.
Sedangkan pemerintah daerah mempunyai komitmen untuk mengurus hal-hal
operasional pendidikan, khususnya dalam pengelolaan pendidikan yang meliputi
aspek-aspek: (1) kelembagaan; (2) kurikulum; (3) sumber daya manusia; (4)
pembiayaan; (5) sarana prasarana.
3.
Prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
A. Prinsip
Ekuifinalitas (Principal of Equifinality)
Prinsip ini
didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa
cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan.
B. Prinsip Desentralisasi
(Principal of Decentralization)
Desentralisasi
adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip
desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas
C. Prinsip
Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System)
Prinsip ini
terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip
desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus diselesaikan
dengan caranya sendiri.
D. Prinsip
Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)
Prinsip ini
mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis.
Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan,
dan kemudian dikembangkan. Manajemen kurikulum dan program pengajaran.
Adapun
Prinsip dan Implementasi MBS Prinsip utama dalam pelaksanaan MBS ada 5 (lima)
hal yaitu sebagai berikut:
1. Fokus pada
mutu
2. Bottom-up
planning and decision making
3. Manajemen
yang transparan
4. Pemberdayaan
masyarakat
5. Peningkatan
mutu secara berkelanjutan
Prinsip MBS Dalam
mengimplementasikan MBS terdapat 4 (empat) prinsip yang harus difahami yaitu:
kekuasaan; pengetahuan; sistem informasi; dan sistem penghargaan.
1) Kekuasaan Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih
besar untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah
dibandingkan dengan sistem pendidikan sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan
untuk memungkinkan sekolah berjalan dengan efektif dan efisien. Kekuasaan yang
dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat dukungan partisipasi dari
berbagai pihak, terutama guru dan orangtua siswa. Seberapa besar kekuasaan
sekolah tergantung seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan. Pemberian
kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam teori MBS tidak mungkin dilaksanakan
dalam seketika, melainkan ada proses transisi dari manajemen yang dikontrol
pusat ke MBS. Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah
dalam pengambilan keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain
dengan:
a.
melibatkan
semua fihak, khususnya guru dan orangtua siswa.
b.
membentuk
tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan
yang relevan dengan tugasnya
c.
menjalin
kerjasama dengan organisasi di luar sekolah
2) Pengetahuan
Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang yang berusaha
secara terus menerus menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka
meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem
pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau workshop
guna membekali guru dengan berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses
belajar mengajar. Pengetahuan yang penting harus dimiliki oleh seluruh staf
adalah :
a.
pengetahuan
untuk meningkatkan kinerja sekolah,
b.
memahami
dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan quality assurance, quality control, self assessment, school review,
bencmarking, SWOT, dll).
3) Sistem
Informasi Sekolah yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang jelas
berkaitan dengan program sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga
sekolah serta masyarakat sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi
sekolah. Dengan informasi tersebut warga sekolah dapat mengambil peran dan
partisipasi. Disamping itu ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan pelaksanaan
monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas sekolah. Infornasi yang amat penting
untuk dimiliki sekolah antara lain yang berkaitan dengan : kemampuan guru dan
Prestasi siswa.
4) Sistem
Penghargaan Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem penghargaan
untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi. Sistem
penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier warga sekolah, yaitu guru,
karyawan dan siswa. Dengan sistem ini diharapkan akan muncul motivasi dan ethos
kerja dari kalangan sekolah. Sistem penghargaan yang dikembangkan harus
bersifat adil dan merata. Kewenangan yang di desentralisasikan.
4.
Indikator Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah
Indikator Keberhasilan MBS. Secara umum, berikut ini
adalah Indikator keberhasilan implementasi MBS.
1) Efektif Proses Pembelajaran
Sekolah yang
menerapkan MBS memiliki efektivitas proses proses pembelajaran yang tingi. Ini
ditunjukkan oleh sifat pembelajaran yang menekankan pada pemberdayan peserta
didik. Pembelajaran bukan sekedar transformasi dan mengingat , bukan sekedar
penekanan pada pengasaan pengetahuan tentang apa yang dianjarkan sehingga
tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan hayati seta dipraktekan dalam
kehidupan oleh peserta didk. Bahkan pembelajaran lebih menekankan pada peserta
didik agar mau belajar bagaimana belajar yang produktif.
2) Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
Bagi sekolah
yang menerapkan MBS, Kepala Sekolah memiliki peran yang kuat dalam
mengkoordinasikan, menggerakan dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan
yang tersedia. Kepentingan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor yang
dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran
sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan
bertahap. Oleh karena itu Kepala Sekolah dituntut mempunyai kemampuan
manajerial dan kepemimpinan yang memadai agar mampu mengambil inisiatif atau
prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.
3) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
Tenaga kependidikan terutama guru, merupakan salah
satu faktor strategis dari suatu sekolah. Oleh karena itu, pngelolaan tenaga
kependidikan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan,
evaluasi kerja, hubungan kerja, sampai pada balas jasa, merupakan garapan
penting bagi kepala sekolah.
Pengembangan tenaga kependidikan harus dilakukan
secara terus menerus, mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sedemikian pesat. Dengan kata lain, tenaga kependidikan yang diperlukan
untuk manajemen berbasis sekolah adalah tenaga kependidikan yang selalu mampu
dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.
4) Sekolah Memiliki Budaya Mutu
Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah
sehingga setiap prilaku selalu didasari oleh profesionalisme. Budaya mutu
memiliki elemen-elemen sebagai berikut (a) informasi kualitas harus digunakan
untuk perbaikan, bukan untuk mengadili atau mengontrol orang ; (b) kewenangan
harus sebatas tanggungjawab; (c) hasil harus diikuti “rewards: atau “
punishments” ‘; (d) kolaborasi dan sinergi harus merupakan dasar kerja sama;
(e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya : (f) atmosfer keadilan
(fairness) haru ditanamkan ; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai sebuah pekerjaannya;
(h) warga sekolah merasa memiliki sekolah.
5) Sekolah Memiliki “ Team Work “ yang Kompak, Cerdas,
dan Dinamis
Kebersamaan (Team Work) merupakan karakteristik yang
dituntun oleh Manajemen Berbasis Sekolah, karena output pendidikan merupakan
hasil kolektif warga sekolah bukan hasil individual. Karena itu, budaya kerjasama
antar fungsi dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga
sekolah.
6) Sekolah Memilik Kemandirian
Sekolah
memiliki kewengan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga
dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu
menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki
sumber daya yang cukup untuk menjalankan tugasnya.
7) Partisipasi Warga Sekolah dan Masyarakat
Sekolah yang menerapkan Manajemen berbasis Sekolah
memiliki karakteristik partisipasi sekolah dan masyarakat yang tinggi. Hal ini
di landasi keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar pula
rasa tanggung jawab; dan makin besar rasa tanggung jawab makin besar pula
tingkat dedikasinya.
8) Sekolah Memiliki Ttransparansi
Keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan sekolah
merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah.
Keterbukaan atau transparansi ini ditunjukan dalam pengambilan keputusan,
penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait
sebagai alat kontrol.
9) Sekolah Memiliki Kemauan Untuk Berubah (Psikologis dan
Fisik).
Perubahan harus merupakan “kenikmatan” bagi semua
warga sekolah. Sebaliknya, kondisi statis merupakan musuh sekolah. Tentu saja
yang dimaksud dengan perubahan adalah adanya peningkatan yang bermakna positif.
Artinya, setiap perubahan yang dilakukan, hasilnya
diharapkan bisa lebih baik dibanding dengan kondisi sebelumnya (ada
peningkatan) terutama pada dalam mutu para peserta didik.
10) Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara
Berkelanjutan
Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditunjukan
untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang
terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk
memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu,
fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta
didik dan mutu sekolah secara terus menerus.
Perbaikan secara terus menerus harus merupakan
kebiasaan warga sekolah. Tiada hari tanpa perbaikan. Karena itu, sistem mutu
yang baku sebagai acuan bagi perbaikan harus ada. Sistem mutu yang dimaksud
harus mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur dan sumber daya
untuk menerapkan manajemen mutu.
11) Sekolah Resposhif dan Antisifatif terhadap Kebutuhan.
Sekolah selalu tanggap (responshive) terhadap berbagai
aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah selalu membaca
lingkungan dan menaggapinya secar cepat dan tepat. Bahkan sekolah tidak hanya
mampu menyesuaikan terhadap perubahan/tututan, akan tetapi juga mampu
mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi. Menjemput bola, adalah
padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.
12) Sekolah Memiliki Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang
harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan.
Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai baik kepada
Pemerintah maupun kepada orang tua peserta didik dan masyarakat. Berdasarkan
hasil laporan program ini, Pemerintah dapat menilai apakah program MBS telah
mencapai tujuan yang dikehendaki atau tidak. Jika berhasil maka, Pemerintah
perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan, sehingga menjadi
faktor pendorong untuk meningkatkan kinerjanya dimasa yang akan datang
sebaliknya jika program tersebut belum berhasil, Pemerintah perlu memberikan
koreksi atas kinerjanya yang dianggap belum memenuhi kondisi yang diharapkan
dan selanjutnya memberikan umpan balik bagi kepentingan peningkatan kinerja.
Demikian pula, para orang tua dan anggota masyarakat
dapat memberikan penilaian apakah program ini dapat prestasi anak didik dan
kinerja sekolah secara keseluruan. Jika berhasil, orang tua dan masyarakat
perlu memberikan semangat dan dorongan untuk peningatan program yang akan
datang. Jika belum berhasil, maka orang tua dan masyarakat berhak meminta
pertanggungjawaban dan penjelasan. Dengan cara ini, maka sekolah diharapkan
akan menyusun dan melaksanakan program pada tahun-tahun yang akan datang dengan
lebih baik. Beberapa indikator
keberhasilan akuntabilitas adalah :
a. Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap
sekolah.
b. Tumbuhnya
kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap penyelenggaraan pendidikan
di sekolah, dan Meningkatnya kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai
dan norma yang berkembang di masyarakat.
Ketiga indikator di atas dapat dipakai oleh sekolah
untuk mengukur apakah akuntabilitas manajemen sekolah telah mencapai hasil
sebagaiamana yang dikehendaki. Tidak saja publik merasa puas, tetapi sekolah
akan mengalami peningkatan dalam banyak hal.
13. Sekolah Memiliki Sutainabilitas
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki sutainbilitas
yang tinggi hal ini dimungkinkan adanya akumulasi peningkatan mutu sumberdaya
manusia, diversifikasi sumber dana, pemilikan sekolah yang mampu menggerakan
income sendiri, dan dukungan yang tinggi dari masyarakat terhadap eksistensi
sekolah.
14. Out Put adalah Prestasi Sekolah
Prestasi yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan
manajemen di sekolah dapat memberi makna pada upaya peningkatan prestasi
sekolah, baik prestasi akademik maupun non akademik.
15. Penekanan Angka Drop out
Manajemen Berbasis Sekolah senantiasa memprioritaskan
pelayanan pendidikan kepada anak didik, dengan demikian secara signipikan angka
drop out diminimalkan.
16. Kepuasan Staf
Ciri MBS antara lain memberikan peluang pada adanya
berbagai kewenangan, dan tanggungjawab secara kolektif. Hal ini memungkinkan
terbinanya kepuasan staf, sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Faktor
Pendukung Keberhasilan MBS
Implementasi MBS akan sangat dipengaruhi oleh bebrapa
faktor yang sifatnya intrnal dilingkungan sekolah, ataupun faktor eksternal
diluar sekolah. Secara umu beberapa faktor pendukung MBS tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Kepemimpinan dan Manajemen sekolah yang baik
MBS akan berhasil jika ditopang oleh kemampuan
profesional Kepala Sekolah dalam memimpin dan mengelola sekolah secara efektif
dan efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi disekolah yang kondusif
untuk proses belajar mengajar .
2.
Kondisi
sosial, ekonomi, dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan
Faktor
eksternal yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat
pendidikan orang tua siswa dan masyarakat. Kemampuan dalam membiayai
pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
3.
Dukungan
Pemerintah
Faktor ini
sangat menentukan efektivitas implementasi MBS terutama bagi sekolah yang
kemampuan orang tua/masyarakat relatif belum siap memberikan kontribusi
terhadap penyelenggaraan pendidikan. Alokasi dana pemerintah (APBN, APBD) dan
pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah menjadi penentu keberhasilan.
Profesionalisme
Faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah. Tanpa profesionalisme Kepala Sekolah, Guru dan Pengawas akan sulait di capai MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa.
Faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah. Tanpa profesionalisme Kepala Sekolah, Guru dan Pengawas akan sulait di capai MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah model
manajemen sekolah yang memberikan otonomi kepada sekolah dan menekankan
keputusan sekolah bersama/partisipatif dari semua warga sekolah dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberikan
kemungkinan sekolah memiliki kewenangan yang besar mengelola sekolahnya agar
lebih berdaya kreatif sehingga dapat mengembangkan program-program yang lebih
cocok dengan kebutuhan dan potensi sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
- http://manajemenberbasissekolah-purwantini.blogspot.com/2007/07/manajemen-berbasis-sekolah.html
- http://tzakaria.blogspot.com/2011/05/management-berbasis-sekolah-mbs.html
- http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/01/upaya-upaya-peningkatan-akuntabilitas.html
- http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2009/12/pengertian-dan-tujuan-manajemen.html
- http://pandidikan.blogspot.com/2010/12/managemen-berbasis-sekolah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar