- Integrasi
TIK dalam belajar
Dewasa ini, proses pembelajaran yang ada di sekitar kita
tidak jauh-jauh dari perkembangan teknologi, mulai dari mobile phone, note book, televisi,
dan lain sebagainya. Hal ini karena memang pengaruh teknologi sangat besar dan
tidak bisa kita pungkiri bahwa kita membutuhkan teknologi dalam dunia
pendidikan. Jika merunut pada salah satu prinsip kurikulum pendidikan yaitu harus relevan dengan
perkembangan IPTEK, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang tiap saat. Maka TIK tidak bisa kita nafi kan sebagai sumber belajar.
Ada beberapa pertanyaan yang akan
menggiring kita kepada topik pembahasan,
Mengapa Menggunakan TIK?
Menggunakan
TIK secara efektif di dalam kelas bukanlah menyangkut tentang menjalankan
sebuah teknologi sampai bekerja. Penggunaan TIK bukanlah apa
yang kita gunakan tetapi yang penting adalah bagaimana dan kapan
kita menggunakannya.
Menggunakan TIK dalam
setiap belajar akan memacu inovasi. Inovasi adalah menciptakan sesuatu yang
menarik, memikat, merangsang pemikiran, dan menyenangkan. Salah satu kelebihan
penggunaan TIK adalah kemampuannya dalam meracik sebuah pelajaran yang
memperdalam pemahaman siswa akan konsep dan ide, serta memberikan kepada mereka
pengalaman-pengalaman yang baru dan menimbulkan rasa haus akan pengetahuan di
seluruh kelas.
Berdasarkan banyak penelitian,
penggunaan TIK di dalam kelas mempengaruhi penguasaan dan
motivasi siswa. Penerapan TIK dalam pembelajaran mempunyai pengaruh yang
lebih besar daripada itu. Diantaranya:
- Membuka
cakrawala baru dalam kegiatan belajar dan mengajar– mengajar menggunakan
TIK memberikan semangat baru dalam pengajaran, mengadopsi pendekatan yang
baru, mengumpulkan berbagai ide dan konsep, serta mengembangkan kecakapan-kecapakan
yang baru.
- Membantu
memacu dan mendorong siswa – menggunakan TIK secara interaktif membantu
meningkatkan kepercayaan diri, meningkatkan perhatian siswa akan
pelajaran, serta membantu membentuk perilaku siswa.
- Mempersiapkan
siswa untuk memasuki dunia kerja – saat ini sulit sekali menemukan sebuah
pekerjaan yang tidak tersentuh oleh TIK.
- Membantu
sekolah untuk memaksimalkan sumber daya yang ada – membantu untuk
menghemat uang dan waktu dengan memaksimalkan dampak yang terjadi akibat
penggunaan TIK, membantu mengurangi beban dalam persiapan, perencanaan dan
pengayaan. Dengan mudah guru dapat melihat kembali pekerjaan-pekerjaan
yang sudah dilakukan, serta menganalisis perkembangan siswa dengan cepat
- Leluasa –
belajar dan mengajar dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa dalam
berbagai tingkatan, kemampuan dan gaya belajar siswa. TIK memberikan
kebebasan bagi siswa untuk mengatur cara belajar mereka, dan dengan cara
yang paling sesuai menurut tipe belajar masing-masing. Siswa memiliki
akses ke berbagai sumber pengetahuan; baik itu materi maupun orang/ahli.
Dengan demikian siswa mampu memiliki pengalaman personal dimana mereka
memilih cara belajar seperti apa yang mereka lebih sukai.
- Kapanpun
dan dimanapun – Dengan menggunakan TIK, siswa tidak perlu tertinggal
pelajaran jika tidak dapat menghadiri sebuah kelas, siswa sekarang
mempunyai akses untuk belajar kapanpun dan dimanapun mereka sukai.
- Pembelajaran
Aktif - pembelajaran tidak lagi bersifat pasif, yakni siswa duduk di depan
guru dan “learning by telling”, penggunaan TIK secara efektif mampu
membuat pembelajaran menjadi aktif. Penekanannya adalah interaktif atau
“learning by doing”.
- Komunitas
Online – Belajar adalah aktifitas sosial, dengan penggunaan TIK
pembelajaran yang maksimal dan tahan lama dapat dicapai dengan bergabung
bersama komunitas online dan jaringan. Siswa didorong untuk berkomunikasi,
berkolaborasi, dan berbagi pengetahuan. TIK mendorong pembelajaran melalui
refleksi dan diskusi.
- Integrasi
TIK dalam pembelajaran
Apa yang Dimaksud dengan
Mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran?
Mari kita bandingkan dua kalimat
berikut! ”Learning to Use ICTs vs Using ICTs to Learn”. Secara sederhana,
mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran sama maknanya dengan
menggunakan TIK untuk belajar (using ICTs to learn) sebagai lawan dari belajar
menggunakan TIK (learning to use ICTs). Belajar menggunakan TIK mengandung
makna bahwa TIK masih dijadikan sebagai obyek belajar atau mata pelajaran.
Sebenarnya, UNESCO
mengklasifikasikan tahap penggunaan TIK
dalam pembelajaran kedalam empat
tahap sebagai berikut:
- Tahap emerging : baru menyadari akan pentingnya TIK untuk pembelajaran dan belum berupaya untuk menerapkannya.
- Tahap applying, : satu langkah lebih maju dimana TIK telah dijadikan sebagai obyek untuk dipelajari (mata pelajaran).
- Pada
tahap integrating : TIK telah diintegrasikan ke dalam kurikulum
(pembelajaran).
- Tahap transforming : merupakan tahap yang paling ideal
dimana TIK telah menjadi katalis bagi perubahan/evolusi pendidikan. TIK
diaplikasikan secara penuh baik untuk proses pembelajaran (instructional
purpose) maupun untuk administrasi
Apa yang terjadi dalam praktek
pembelajaran di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, TIK masih
dijadikan sebagai obyek atau mata pelajaran.
Sebagian besar, TIK masih dijadikan sebagai
obyek belajar atau mata pelajaran di sekolah-sekolah. Bahkan
di tingkat perguruan tinggi atau akademi, banyak dibuka program
studi yang berkaitan dengan TIK, seperti teknik informatika,
manajemen informatika, teknik komputer, dan lain- lain.
Mengapa Pengintegrasian TIK ke dalam
Proses Pembelajaran Penting?
Jawabannya
sangat berkaitan erat dengan mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia untuk
siap memasuki era masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society).
Tahun 2020 Indonesia akan memasuki era perdagangan bebas (AFTA). Pada masa itu,
masyarakat Indonesia harus memiliki ICT literacy yang mumpuni dan kemampuan
menggunakannya untuk meningkatkan produktifitas (knowledge-based society).
pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan ICT
literacy membangun karakteristik masyarakat berbasis pengetahuan
(knowledge-based society) pada diri siswa, disamping dapat meningkatkan
efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran itu sendiri.
UNESCO (2002) menyatakan bahwa
pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran memiliki tiga tujuan utama:
1)
untuk membangun ”knowledge-based society habits”
seperti kemampuan memecahkan masalah (problem solving), kemampuan
berkomunikasi, kemampuan mencari, mengoleh/mengelola informasi, mengubahnya
menjadi pengetahuan baru dan mengkomunikasikannya kepada orang lain;
2)
untuk mengembangkan keterampilan menggunakan TIK
(ICT literacy); dan
3)
untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi prosespembelajaran.
Bagaimana Mengintegrasikan TIK ke dalam Proses Pembelajaran?
Dari sisi pendekatan, Fryer (2001)
menyarankan dua pendekatan yang dapat dilakukan guru ketika merencanakan
pembelajaran yang mengintegrasikan TIK, yaitu:
·
Pendekatan Topik (Theme-Centered Approach), Pada
pendekatan ini, topik atau satuan pembelajaran dijadikan sebagai acuan. Secara
sederhana langkah yang dilakukan adalah:
1.
menentukan topiK
2.
menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
3.
menentukan aktifitas pembelajaran dan software (seperti modul. LKS, program audio, VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line
di internet, dll) yang relevan
untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
·
Pendekatan Software (Software-centered Approach), menganut langkah yang sebaliknya. Langkah pertama dimulai dengan mengidentifikasi software
(seperti bku, modul, LKS, program
audio, VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di
internet, dll) yang ada atau dimiliki terlebih dahulu.
Kemudian menyesuaikan
dengan topik dan tujuan pembelajaran yang relevan dengan software yang ada tersebut. Sebagai contoh, karena di sekolah hanya ada beberapa
VCD atau mungkin CD- ROM
tertentu yang relevan untuk suatu topik tertentu, maka guru merencanakan pengintegrasian
software tersebut untuk mengajar hanya topic tertentu. Topik yang lain terpaksa
dilaksanakan dengan cara konvensional.
Hambatan
dalam mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran
Ada beberapa hambatan yang perlu digaris bawahi
berkaitan dengan pemanfaatan TIK untuk pembelajaran. Hambatan- hambatan tersebut diantaranya adalah:
- Penolakan/keengganan untuk berubah (resistancy to change) khususnya dari policy maker (kepala sekolah dan guru)
- Kesiapan SDM (ICT literacy dan kompetensi guru)
- Ketersedian fasilitas TIK
- Ketersediaan bahan belajar berbasis aneka sumber
- Keberlangsungan (sustainability) karena keterbatasan dana