BAB
III
PEMBAHASAN
A.
ASAS-ASAS
PENDIDIKAN
Sebelum kita membicarakan
tentang asas-asas pendidikan yang berlaku di Indonesia, terlebih dahulu kita
memiliki kesatuan pendapat tentang arti asas pendidikan. Asas pendidikan
memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan.
Asas pendidikan merupakan suatu kebenaran
yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perencanaan maupun
pelaksanaan pendidikan
Khusu s di Indonesia, terdapat beberapa asas
pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu.
Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani, Asas Belajar Sepanjang
Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.
1)
Asas
Tut Wuri Handayani
Sebagai asas pertama, tut
wuri handayani merupakan inti dari sitem Among perguruan. Gagasan yang
mula-mula dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara seorang perintis kemerdekaan dan
pendidikan nasional. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara ini kemudian dikembangkan oleh Drs.
R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso
Sung Sung Tulodo dan Ing Madyo Mangun Karso. Tut
Wuri Handayani mengandung arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki
mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan,
membiarkan anak mencari jalan sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru
pendidik membantunya . Gagasan tersebut dikembangkan Ki Hajar Dewantara pada
masa penjajahan dan masa perjuangan kemerdekaan.
Dalam era kemerdekaan
gagasan tersebut serta merta diterima sebagai salah satu asas pendidikan
nasional Indonesia. Asas
Tut Wuri Handayani memberi kesempatan anak didik untuk melakukan usaha sendiri,
dan ada kemungkinan mengalami berbuat kesalahan, tanpa ada tindakan (hukuman)
pendidik. Hal itu tidak menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar Dewantara,
setiap kesalahan yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya sendiri,
kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya hukuman
tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami anak tersebut bersifat
mendidik.
Sistem
Among berkeyakinan bahwa guru adalah “pamong.” Sesuai dengan semboyan Tut Wuri
Handayani di atas, maka pamong atau guru di sini lebih cenderung menjadi
navigator peserta didik yang “diberi kesempatan untuk berjalan sendiri, dan
tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa” (Tirtarahardja, 1994:
120).
Jika
menilik Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, seperti apa yang tercantum dalam
Undang-undang Nomer 23 Tahun 2003, maka konsep Tut Wuri Handayani
termanifestasi ke dalam sistem KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Peran guru dalam sistem KTSP lebih cenderung
sebagai pemberi dorongan karena adanya pergeseran paradigma pengajaran dan
pembelajaran, dari “teacher oriented” kepada “student oriented.” Dalam
KTSP, guru bukan lagi sekedar “penceramah” melainkan pemberi dorongan,
pengawas, dan pengarah kinerja para peserta didik.
Dengan
sistem kurikulum yang terbaru ini, para pendidik (guru) diharapkan mampu
melejitkan semangat atau motivasi peserta didiknya. Hal ini lantaran proses
pengajaran dan pembelajaran hanya akan berjalan lancar, efektif dan efisien
manakala ada semangat yang kuat dari para peserta didik untuk mengembangkan
dirinya melalui pendidikan. Maka bukan tidak mungkin, jika KTSP juga merupakan
wujud manifestasi dari asas pendidikan Indonesia “Kemandirian dalam Belajar.”
a.
Menurut
asas Tut Wuri Handayani
·
Pendidikan
dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan,
·
Pendidikan
adalah penggulowenthah yang mengandung makna: momong, among, ngemong. Among mengandung arti mengembangkan kodrat
alam anak dengan tuntutan agar anak didik dapat mengembangkan hidup batin
menjadi subur dan selamat. Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat
tumbuh menurut kodratnya. Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yang ingin
diusahakan anak sendiri dan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan,
·
Pendidikan
menciptakan tertib dan damai (orde en vrede),
·
Pendidikan
tidak ngujo (memanjakan anak), dan
·
Pendidikan
menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri dan berdiri di
atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik). Metode ini secara teknik
pengajaran meliputi : kepala, hati, dan panca indera (educate the head, the
heart, and the hand).
b.
Dalam
kaitan penerapan asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan beberapa keadaan
yang ditemui sekarang, yaitu :
·
peserta didik mendapat kebebasan untuk
memilih pendidikan dan ketrampilan yang diminatinya di sema jenis, jalur, dan
jenjang pendidikan yang disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya
dalam masyarakat. Peserta didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri,
·
peserta didik mendapat kebebasan untuk
memilih pendidikan kejuruan yang diminatinya agar dapat mempersiapkan diri
untuk memasuki lapangan kerja bidang tertentu yang diinginkannya,
·
peserta didik memiliki kecerdasan yang luar
biasa diberikan kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan ketrampilan
sesuai dengan gaya dan irama belajarnya,
·
peserta didik yang memiliki kelainan atau
cacat fisik atau mental memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan
ketrampilan sesuai dengan cacat yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi
manusia yang mandiri,
·
peserta didik di daerah terpencil mendapat
kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan ketrampilan agar dapat berkembang
menjadi manusia yang memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang
mandiri, yang beragam dari potensi dibawah normal sampai jauh diatas normal.
2)
Asas
Ing Ngarso Sungtolodo (Asas Belajar Sepanjang Hayat)
Ing ngarso mempunyai arti di
depan / di muka, Sun berasal dari kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti
tauladan. Jadi makna Ing Ngarso Sun Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin
harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang-orang disekitarnya. Sehingga
yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suritauladan. Dalam ajaran
Ki Hajar yang pertama ini menggambarkan situasi dimana seorang pendidik-guru,
adalah seorang pemimpin yang harus mampu memberikan suri tauladan bagi anak
didiknya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seorang pendidik adalah kata
suri tauladan. Sebagai seorang pemimpin atau pendidik harus memiliki sikap dan
perilaku yang baik dalam segala langkah dan tindakannya agar dapat menjadi
panutan bagi anak didiknya, dengan berbagai contoh teladan, baik di dalam
maupun di luar sekolah.
Asas belajar sepanjang hayat
(life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan
seumur hidup (life long education). Oleh karena itu UNESCO Institute for
Education (UIE Hamburg) menetapkan suatu definisi kerja yakni pendidikan seumur
hidup adalah pendidikan yang harus :
a.
Meliputi
seluruh hidup setiap individu
À
Mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan, dan penyempurnaan secara sistematis pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya.
À
Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk
belajar mandiri.
À
Mengakui kontribusi dari semua pengaruh
pendidikan yang mungkin terjadi baik formal, nonformal, dan informal.
Keberadaan Asas Kemandirian
dalam Belajar memang satu jalur dengan apa yang menjadi agenda besar dari Asas
Tut Wuri Handayani, yakni memberikan para peserta didik kesempatan untuk
“berjalan sendiri.” Inti dari istilah “berjalan sendiri” tentunya sama dengan
konsep dari “mandiri” yang dalam Asas Kemandirian dalam Belajar bermakna
“menghindari campur tangan guru namun (guru juga harus) selalu siap untuk ulur
tangan apabila diperlukan” (Tirtarahardja, 1994: 123).
Kurikulum KTSP tentunya
sangat membantu dalam agenda mewujudkan Asas Kemandirian dalam Belajar. Prof.
Dr. Umar Tirtarahardja (1994) lebih lanjut mengemukakan bahwa dalam Asas
Kemandirian dalam Belajar, guru tidak hanya sebagai pemberi dorongan, namun
juga fasilitator, penyampai informasi, dan organisator (Tirtarahardja, 1994:
123). Oleh karena itu, wujud manifestasi Asas
Kemandirian dalam Belajar bukan hanya dalam berbentuk kurikulum KTSP, namun
juga dalam bentuk ko-kurikuler dan ekstra kurikuler – sedang dalam lingkup
perguruan tinggi terwujud dalam kegiatan tatap muka dan kegiatan terstruktur
dan mandiri.
Dalam bukunya “Contextual
Teaching and Learning” Elanie B. Johnson (2009) berpendapat bahwa dalam
Pembelajaran Mandiri, seorang guru yang berfaham “Pembalajaran dan Pengajaran
Kontekstual” dituntut untuk mampu menjadi mentor dan guru ‘privat’ (Johnson,
2009: 177). Sebagai mentor, guru yang hendak mewujudkan kemandirian peserta
didik diharapkan mampu memberikan pengalaman yang membantu kepada siswa mandiri
untuk menemukan cara menghubungkan sekolah dengan pengalaman dan pengetahuan
mereka sebelumnya. Sebagai seorang guru ‘privat,’ seorang guru biasanya akan
memantau siswa dalam belajar dan sesekali menyela proses belajar mereka untuk
membenarkan, menuntun, dan member instruksi mendalam (Johnson, 2009).
Lebih lanjut Johnson
mengungkapkan bahwa kelak jika proses belajar mandiri berjalan dengan baik,
maka para peserta didik akan mampu membuat pilihan-pilihan positif tentang
bagaimana mereka akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari
(Johnson, 2009: 179). Dengan kata lain, proses belajar mandiri atau Asas
Kemandirian dalam Belajar akan mampu menggiring manusia untuk tetap “Belajar
sepanjang Hayatnya.”
b.
Kurikulum yang dapat di merancang dan di implementasikan
dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan horizontal.
·
Dimensi
vertikal dalam kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesenambungan antar
tingkat persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa
depan.
·
Dimensi
horizontal dari kurikulum sekoah yaitu keterkaitan antara pengalaman belajar di
sekolah dengan pengalaman belajar di luar sekolah.
3)
Asas
Ing Madyo Mangunkarso (Asas Kemandirian Dalam Belajar)
Ing Madyo Mangun Karso, Ing
Madyo artinya di tengah-tengah, Membangun
berarti membangkitan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan
atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah seorang pendidik ditengah
kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat belajar
anak didiknya. Ia harus bisa dan mampu memberikan inovasi-inovasi sekaligus
motipasi kepada anak didiknya. Dalam
kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangakan kemandirian belajar itu
dengan menghindari campur tangan dari guru, namun guru selalu siap untuk ulur
tangan bila diperlukan.
a.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar
pereujudan
ini akan
menempatkan guru dalam peran utama sabagai fasilitator dan motivator di samping
peran-peran lain. Sebagai fasilitator, guru diharapkan menyediakan dan mengatur
berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik
berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sedangkan sebagai motivator, guru
mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar
itu.
Pengaplikasian asas ing madyo mangunkarso di
sekolah adalah kegiatan intra dan ekstrakulikuler, menerapkan sistem CBSA(cara
belajar siswa aktif) di sekolah, dan memanfaatkan PSB (pusat sumber belajar)
yang telah tersedia di sekolah.
Ing madyo mangunkarso juga dapat diibaratkan
seperti pepatah : guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
b.
Agenda besar pendidikan di Indonesia
Mungkin inilah agenda besar pendidikan di Indonesia,
yakni manusia Indonesia yang belajar sepanjang hayat. Konsep belajar sepanjang
hayat sendiri telah didefinisikan dengan sangat baik oleh UNESCO Institute for
Education, lembaga di bawah naungan PBB yang terkonsentrasi dengan urusan
pendidikan. Belajar sepanjang hayat merupakan pendidikan yang harus ;
·
meliputi seluruh
hidup setiap individu,
·
mengarah kepada
pembentukan, pembaharuan, peningkatan, dan penyempurnaan secara sistematis,
·
tujuan akhirnya
adalah mengembangkan penyadaran diri setiap indiviu, dan
·
mengakui kontribusi
dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi (Cropley, 1970: 2-3, Sulo Lipu
La Sulo, 1990: 25-26, dan Tirtarahardja, 1994:
121).
Jika
diterapkan dalam sistem pendidikan yang berlaku saat ini, maka pendekatan yang
sangat mungkin digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah melalui pendekatan
“Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual.” Sedang dalam konteks pendidikan di
Indonesia, konsep “Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual” sedikit banyak
telah termanifestasi ke dalam sistem Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Selain KTSP – yang notabene merupakan bagian dari pendidikan formal,
maka Asas Belajar sepanjang Hayat juga termanifestasi dalam program pendidikan
non-formal, seperti program pemberantasa buta aksara untuk warga Indonesia yang
telah berusia lanjut, dan juga program pendidikan informal, seperti hubungan
sosial dalam masyarakat dan keluarga tentunya.
4). Perbedaan masing-masing asas dalam
kegiatan pendidikan
a.
Asas
Tut Wuri Handayani
Asas
Tut Wuri Handayani mempunyai prinsip pendidik memberikan kesempatan kepada
peserta didik dalam menyampaikan ide-idenya ketika dalam proses pembelajaran.
Pendidik hanya mendorong dan mempengaruhi peserta didik dari belakang, jika peserta
didik mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan idenya, barulah pendidik turut
membantunya.
b.
Asas
Ing Ngarso Sungtolodo (Asas Belajar Sepanjang Hayat)
Asas
ini lebih menekankan bahwa setiap manusia itu berhak mendapatkan pendidikan
yang layak dan sistematis untuk mendapatkan pengajaran, studi dan belajar kapan
pun sepanjang hidupnya (long life
education). Lingkungan juga turut mempengaruhi dalam belajar sepanjang hayat
dari mulai lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
c.
Asas
Ing Madyo Mangunkarso (Asas kemandirian dalam belajar)
Asas
ini lebih menekankan bahwa siswa dituntut untuk aktif sendiri dalam kegiatan
belajar tanpa ada bimbingan lagi dari seorang guru. Dalam asas ini peran guru
hanyalah sebagai fasitilator. Namun namun guru selalu siap untuk ulur tangan
apabila diperlukan
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan
selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak segera tampak. Oleh karena
itu pendidikan harus dirancang dan dilaksanakan secermat mungkin dengan memperhatikan
sejumlah asas pendidikan.
Pendidikan
di Indonesia tidak lepas dari kiprah Ki Hajar Dewantara sang pelopor pendidikan
yang mempopulerkan tiga asas penting dalam kegiatan pendidikan yang masih
dijadikan teladan sampai sekarang yaitu asas tut wuri handayani, asas ing
ngarso sungtolodo, dan asas ing madyo mangunkarso.
Ketiga
asas ini saling berhubungan hendaknya menjadi acuan untuk menerapkan sistem
pendidikan yang tepat bagi bangsa ini dan terus menjunjung tinggi kebudayaan
nasional daripada kebudayaan asing. Semangat untuk terus melestarikan “Tut Wuri
Handayani” dalam dunia pendidikan dirasa begitu penting, mengingat makna dari
semboyan Ki Hadjar tersebut yaitu membuat orang menjadi pribadi yang mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
- Johnson, Elanie B. PH. D., (2009): Contextual Teaching and Learning; Mizan Media Utama, Bandung.
- Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. (2005): Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta.
- http://www.melodramaticmind.com/2009/10/asas-asas-pendidikan-indonesia-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar