Pendahuluan
Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan telah
mengembangkan diklat jarak jauh sejak tahun 2009. Tentu ini merupakan 
sebuah
inovasi yang sangat berarti. Bahkan merupakan sebuah lompatan besar 
dalam
bidang kediklatan di Kemeterian Agama. Tahun 2011 hampir seluruh Balai 
Diklat
Keagamaan telah melaksanakan jenis diklat tersebut dengan berbagai ragam
 praktek
sebagai interpretasi dari kebijakan pusat yang telah ditetapkan dalam 
panduan.
Tentu saja praktek 
pelaksanaan dan
pengembangan diklat jarak jauh harus dilandasi dengan pengetahuan 
mengenai
konsep dan teori yang benar. Jangan sampai tujuan dari diklat jarak jauh
 tidak
tercapai gara-gara para pengambil keputusan dan para pelaksana tidak 
memahami
benar konsepnya. Oleh karena itu harus ada upaya untuk memahaminya 
melalui diskusi
dan kaji referensi.
Konsep pendidikan jarak
 jauh merupakan
landasan pengembangan Diklat Jarak jauh. Dengan memahami konsep 
pendidikan
jarak jauh maka dapat memperoleh gambaran apa sebenarnya diklat jarak 
jauh. Berikut
ini adalah kajian mengenai definisi pendidikan jarak jauh. Dalam kajian 
ini
didiskusikan definisi dari berbagai sumber dan para ahli yang menjadi 
empu di
bidangnya.
Definisi
Pendidikan jarak jauh
Konsep pendidikan terbuka-jarak jauh berkembang seiring
pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunkasi. Menjelang abad 
21
banyak istilah yang mengambarkan perkembangan konsep tersebut. George
 Otte, Philip A. 
Pecorino dan Anthony G. Picciano[1]
diantaranya, menyebtukan beberapa istilah seperti Distance
education,
 distance teaching, distance learning, open learning, distributed
learning, asynchronous learning, telelearning, dan
 flexible learning. Istilah lain yang juga digunakan seperti yang
dikemukakan oleh Wedmayer[2]
yaitu non-traditional learning,
independent study, out-of-school learning dan external study. Bahkan
terakhir
 muncul istilah ubiquitous
learning.
Istilah-istilah
tersebut mengambarkan konsep-konsep yang khas namun memiliki kesamaan 
yaitu
menggambarkan sebuah proses pendidikan dimana guru dan peserta belajar 
berada
pada tempat yang terpisah namun disatukan dengan teknologi.
Distance
education (pendidikan jarak jauh), distance teaching (pembelajaran
 jarak jauh), distance learning (belajar jarak jauh) dan
 open learning (sistem
belajar terbuka) sering kali digunakan secara bergantian. Diantara 
keempat
istilah ini yang memiliki definisi paling umum adalah open leanring.
 Dalam enssiklopedia Webopedia[3] open
 learning
 didefinisikan sebagai pendekatan
belajar yang memberikan kesempatan kepada siswa keleluasaan dan pilihan
menentukan apa yang ingin dipelajari, kapan mau belajar, dan bagaimana 
caranya.Open learning tidak terikat dengan
persyaratan dan target maupun kualifikasi akademis tertentu.[4]
 Definisi tersebut menunjukkan bahwa
dalam open learning hubungan antar sumber belajar dengan pesera belajar 
bisa
synchrounous (tatap muka) maupun asynchronous (non tatap muka/terpaut 
jarak dan
waktu). Meskipun begitu pembelajaran synchronous pada open learning 
merupakan
pembelajaran yang tidak terjadwal seperti pada program formal klasikal.
Untuk
maksud yang sama dengan open education
di Australia digunakan istilah flexible
learning, yaitu sebuah pilosofi dan sistem yang memberi keleluasaan
 peserta
belajar untuk menentukan dimana, kapan dan bagaimana belajar akan 
dilakukan[5]. Dalam
 konsep ini dikenal juga
istilah personalize learning, yaitu
pedagogi, curikulum dan lingkungan belajar untuk mengakomodasi aspirasi 
atau
kebutuhan belajar individual yang melibatkan penggunaan teknologi secara
intensif[6].
 Personalize learning mengacu kepada
prinsip bahwa siswa memiliki latar belakang, karakter psikologis dan 
perilaku
belajar yang berbeda Oleh karena itu harus diberi perlakuan berbeda.
Distance
education, distance learning dan 
distance teaching dalam beberapa ensiklopedia dan buku memiliki
definisi yang sama yaitu sebuah metode, pendekatan dan teknologi yang 
bertujuan
unutuk mengantarkan pelajaran kepada peserta belajar yang berada di 
tempat yang
jauh.
Para ahli di bidang distance
 education seperti B¨orje Holmberg, Charles A. Wedemeyer, dan
Michael G. Moore mengkaji distance education lebih banyak dari sisi 
proses
sedangkan Desmond Keegan, Otto Peters, Randy Garrison, and John Anderson
mengkajinya dari sisi pengorganisasiannya[7].
Namun demikian mereka mendefinisikan distance
education tidak jauh berbeda.
Holmberg[8]
misalnya menjelaskan bahwa distance education dicirkan dengan adanya
keterpisahan antara guru/instruktur dengan peserta belajar dan adanya
penggunaan satu atau lebih media sebagai alat untuk menyatukannya. Media
 yang
digunakan bisa tulisan tangan, cetakan, rekaman audio, TV, video, 
telepon,
teleconference, web cam, video conference, e-mail dan jejaring social 
berbasis
internet dan intranet lain. Definisi Donald Keegan relatif sama dengan 
Holmberg
namun lebih detil. Pada evolusi definisi yang dikeluarkan tahun 1986 
Keegan
menjelaskan 4 elemen yang menjadi karakter dari distance education 
berikut[9]:
1)    Adanya
keterpisahan antara guru dengan peserta belajar pada sebagian besar 
proses
pembelajaran.
2)    Peran
lembaga pendidikan termasuk didalamnya perangkat evaluasi.
3)    Peran
media untuk menyatukan guru dan peserta belajar sert.
4)    Perangkat
untuk menyelenggarakan two-way
communication antara guru, tutor, atau agen pendidikan dengan 
perserta
belajar.
Menurut Verduin dan 
Clark[10]
element pertama definisi tersebut menjelaskan bahwa  sebuah
 pendidikan dapat
disebut distance education apabila
lebih dari setengah proses pembelajarannya dilakukan secara 
asynchronous.
Elemen kedua memuat gambaran pentingnya organisasi pendidikan, evaluasi 
dan
komponen kelembagaan lainnya. Elemen ketiga menggambarkan peran media 
untuk
menyatukan hubungan pendidikan antara guru dengan peserta belajar; dan 
Elemen
keempat menggambarkan   pentingnya
komunikasi dua arah antara guru, tutor dan agen pendidikan lain dengan 
murid.
Hillary Perraton[11]
dan Verduin and Clark[12]
memiliki kesamaan pendangan dengan Keegan bahwa sebuah proses pendidikan
 dapat
dikatanan distance education apabila
mayoritas proses pembelajaran diselenggarakan secara asynchronous.
Selain
para ahli, banyak organisasi yang yang terkait dengan bidang pendidikan 
terbuka
mengeluarkan definsi tentang distance education. AECT (Association 
of Educational Communication Technologi) misalnya
sebagai rumah dari para ahli dan praktisi teknologi pendidikan pada 
situsnya[13]
menampilkan definsi distance education
Holmberg, dan Garrison & Shale. Definisi tersebut menggunakan 
istilah non-contiguous communication (komunikasi 
non-sentuh) untuk menggambarkan proses
komunikasi edikatif non tatap muka antara guru/instruktur dengan peserta
belajar. United States Distance Learning Association (USDLA)[14]
mendefinisikan distance learning
sebagai penguasaan pengetahuan dan ketermapilan dengan menggunakan media
sebagai pengantar informasi dan pembelajaran. Media yang digunakan 
mencakup
semua teknologi informasi dan berbagai bentuk media belajar jarak jauh.
Definisi ini menegaskan konsep mediated
learning (belajar yang dimediasi) dengan teknologi informasi dan
komunikasi.
Organisasi
pendidikan Commonwealth (Commonwealth of Learning) menyarikan definisi 
dari
berbagai referensi dan menyatakan bahwa istilah distance learning 
memiliki
cirri-ciri berikut:
1)    Separation
 of teacher and learner (Keterpisahan
antara guru dan peserta belajar).
2)    Institution
 accreditation (belajar
harus disertifikasi oleh lembaga tertentu.
3)    Use
 of mixed-media course
(menggunakan media pembelajaran beragam)
4)    Two-way
 communication (komunikasi
dua arah)
5)    Possibility
 Of face-to-face meetings
for tutorial (memungkinkan terjadinya tatap muka untuk tutorial)
6)    Use
 of industrial proses (menerapkan
proses industrialisai).
Dalam
definisi ini dicantumkan karakter industrialisasi pada distance 
education. Hal ini memang menjadi salah satu issu terkait
dengan distance education yang sering diangkat oleh para ahli terutama 
oleh
para theorist seperti Amerika seperti Keegan, Otto Peters, Randy 
Garrison dan
John Anderson[15].
Distance education memang diselenggarakan dengan tujuan pragmatis untuk
efesiensi dan efektifitas proses dan hasil pendidikan. Salah satunya 
untuk
menjangkau peserta belajar yang tidak memungkinkan untuk belajar dengan 
cara
klasikal dalam jumlah yang banyak dengan biaya pendidikan minimal. 
Berdasarkan
definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa distance 
education (pendidikan jarak jauh) adalah sebuah
bentuk pendidikan formla non klasikal dimana guru dan peserta belajar 
berada
dalam tempat berbeda dan sebagian besar penyelenggarakan komunikasi 
edukatif
dilakukan secara non tatap muka menggunakan teknologi informasi dalam 
berbagai
bentuk dengan tujuan untuk menjangkau peserta belajar yang tidak 
memungkinkan
untuk mengikuti pendidikan klasikal.
Distance
 education berbasis IT
Perkembangan
IT telah mengubah definisi distance
education ke arah yang lebih spesifik dengan konsep distributed
 learning. Istilah istilah yang bermunculan berkaitan
dengan itu diantaranya, asynchronous
learning, tele-learning, mobile learning (M-Learning), dan ubiquotus learning
 (U-Learning).
Distributed
 learning
 adalah sebuah model instruksional
yang melibatkan berbagai macam teknologi video atau audio conferencing,
penyiaran via satelit dan web base[16],
 untuk membantu peserta belajar
untuk belajar dengan mudah kapan saja dan dimana saja. Bahkan bisa 
berbentuk
kelas virtual murni[17].
 Ciri dari distributed learning adalah 
tersebarnya
sumber belajar sehingga dapat diakses oleh peserta belajar dimana saja 
dan
kapan saja.
Asynchronous
 learning
sebenarnya memiliki pengertian yang lebih umum yaitu pembelajaran tanpa 
tatap
muka dengan menggunakan beragam media, namun lebih sering dimaknai 
proses
pebelajaran menggunkan sumber online[18]
 untuk memfasilitasi terjadinya
berbagi informasi tanpa terikat waktu dan tempat[19].
Mobile
learning (M-Learning) adalah sebuah proses belajar menggunakan
teknologi genggam (mobile device)
sebagai media utama.[20] Ini
adalah sejenis belajar dimana setiap peserta belajar bisa belajar dimana
 saja
dan kapan saja karena mengunakan mobile
technology atau portable device.[21] Model
belajar terbuka ini lebih spesifik dalam hal teknologi yang digunakan 
yaitu
computer yang bisa dibawa kemana-mana dan dapat mengakses sumber belajar
 kapan
saja seperti laptop, tablet, HP dan sejenisnya.
Ubiquitous
 learning
 adalah sebuah istilah baru dalam
pendidikan. Istilah pertama yang muncul adalah Ubiquitous
computing yang menggambarkan
 sebuah perangkat
elektronik kecil yang dapat digunakan untuk computing
dan komunikasi seperti smart mobile phone
(telepon genggam cerdas). Istilah Ubiquitous
Learning yang sering disebut u-learning
menurut Saadiah Yahya dkk[22].
 belum jelas benar, namun secara
garis besar menggambarkan sebuah lingkungan belajar yang memungkinkan 
orang
untuk belajar melalui penggunaan computer cerdas dimana saja dan kapan 
saja,
dan dapat diakses dalam berbagai conteks dan situasi.[23]
 M-Learning
dan U-Learning bersifat distributed
learning.
Apabila konsep-konsep 
tersebut
digambarkan dalam bentuk skema maka akan terlihat sebagai berikut:
Definisi
Diklat Jarak Jauh di Kementerian Agama
Diklat jarak jauh 
merupakan sebuah
pendidikan yang berbasis distance
education (pendidikan jarak jauh). Berdasarkan
definisi-definisi
 pendidikan jarak jauh di atas maka diklat jarak jauh di
Kementerian Agama dapat didefinisikan sebaga bentuk pendidikan dan 
latihan
formal non klasikal dimana fasilitator dan peserta diklat berada dalam 
tempat
berbeda dan sebagian besar penyelenggarakan komunikasi edukatif 
dilakukan
secara non tatap muka menggunakan teknologi informasi dalam berbagai 
bentuk
dengan tujuan untuk meningkatkan kesempatan kepada pegawai Kementerian 
Agama
untuk memperoleh pendidikan dan latihan.
Diklat
jatrak jauh di Kementerian Agama sudah bersifat distributed learning
 karena informasi yang berkaitan dengan materi
diklat sudah dapat diakses menggunakan mobile
device seperti tablet, laptop dansmart mobile phone
 sehingga dapat
diakses kapan saja dan dimana saja. Fasilitas LMS yang disediakan sudah 
cukup
memadai sebagai fasilitas bagi peserta diklat  mobile 
learning. Fasilitas sudah dapat diakses
di sleuruh Nusantara sehingga memungkinkan bagi para pegawai Kementerian
 Agama
untuk mengikuti program diklat. 
Penutup
Program
diklat akan dapat dilaksanakan dengan baik dan menghasilkan keluaran 
yang
sesuai dengan kebutuhan apabila diklat dikembangkan berdasarkan konsep 
yang
jelas. Diklat jarak jauh di Kementerian Agama adalah sebuah strategi 
inovatif
untuk meningkatkan jangkauan kediklatan. Bercermin kepada 
program-program
pendidikan jarak jauh yang sudah dilakukan di negara lain seperti British
 Open University yang setiap
tahunnya 250.000 mahasiswa dalam dan luar negeri mendaftar untuk 
mengikuti
program. Negeri ini juga memiliki Universitas Terbuka yang per Juni 2011
mahasiswa yang aktif sekitar 576.265 orang. Ini success story 
yang menggambarkan bahwa pendidikan jarak jauh dapat
menjadi pemeran utama dalam pendidikan. Bahkan dengan teknolgi informasi
 yang
semakin mobile pendidikan jarak jauh
semakin memungkinkan. Artinya diklat jarak jauh merupakan program 
inovatif yang
akan menjadi andalan di masa yang akan datang.
Yang
masih menjadi keterbatasan adalah kemampuan bendwidh, aplikasi dan 
strategi
penyelenggaraan yang belum memungkinkan untuk memfasilitasi
 peserta dalam jumlah yang cukup banyak. Setiap Balai
Diklat sekarang ini hanya baru bisa memfasilitasi peserta sebanyak 20 
sampai 30
orang setiap angkatannya. Ini menyebabkan biaya penyelenggaraan untuk 
setiap
peserta menjadi lebih mahal dari pada diklat regular. Hasil evaluasi 
diklat
jarak jauh di BDK Jakarta tahun 2010 didapatkan data bahwa dalam diklat 
regular
setiap peserta rata-rata menghabiskan biaya sebesar Rp. 3.100.000,- 
sedangkan dalam
diklat jarak jauh Rp. 4.300.000.  padahal
salah satu ciri dari pendidikan jarak jauh adalah industrialisasi 
pendidikan
dimana biaya penyelenggaraan yang sama harus bisa melipatgandakan 
hasilnya.
Seharusnya biaya yang sama dengan diklat regular dapat memfasilitasi 
jumlah
peserta diklat yang berlipat melalui diklat jarak jauh dengan mutu output
 yang relatif sama.
Yang
 harus dilakukan adalah
melakukan kajian untuk mengembangkan konsep, kebijakan dan praktek 
diklat jarak
jauh agar kedepan menjadi program yang diharapkan. Kajian harus 
dilakukan
secara akdemik dipadukan dengan kajian terhadap best practices 
dari berbagai penyelenggara pendidikan ajrak jauh. 
DAFTAR
 PUSTAKA DEFINISI
AECT. The Handbook 
of Research
for Educational Communication Technology. The Association for
 Educational
Communications and Technology, 2001. http://www.aect.org/edtech/ed1/13/13-03.html,
12 Juli 2011.
Australian National
 Training Authority. Definition of Key Term Used in E-Learning,
Australian Flexible learning Framework Quick Guide Series. Australian 
National
Training Authority, 2003.
Close Definition, http://technologysource.org/extra/20/definition/2/,
15 Juli 2010.
Cornel University 
Library, http://www.library.cornell.edu/DL/tutorial/tut_2.htm,
15 Juli 2011
Edutech Wiki, http://edutechwiki.unige.ch/en/Ubiquitous_learning,
15 Juli 2011
Encyclopediacom, http://www.encyclopedia.com/doc/1O12-asynchronouslearning.html,
15 Juli 2011
Holmberg, Borje. The 
Evolution, Principles and Practices of
Distance Education. Bibliotheks- und Informationssystem der Universität Oldenburg,  2005.
Mondofacto, http://www.mondofacto.com/facts/dictionary?asynchronous+learning,
15 Juli 2011
Mondofacto, http://www.mondofacto.com/facts/dictionary?open+learning,
15 Juli 2011
Moore, Michael 
Graham dan Anderson, Wiliam G. Handbook of Distance Education (ed.).
 London:
Lawrence Erbaum Associates Publisher, 2003.
Otte, George;  Pecorino,
 Phipip A. dan Picciano, Anthony G. Distance Learning and CUNY: A 
Broad Overview,http://www.qcc.cuny.edu/socialsciences/ppecorino/psc_dlart.html, Agustus 2001.
Perraton,
Hillary, Distance Education for Teacher
Training (Ed. New York: RoutLege, 1993.
Traxler, John. Defining Mobile 
Learning. IADIS
International Conference Mobile Learning,  2005).
Verduin, John R. 
Jr. and Clark, Thomas A. Distance Education The Foundation of
Effectife Practice. San Francisco: Jossey-Bass Inc, 1991.
Webopedia, http://www.webopedia.com/TERM/O/open_learning.html,
15 Juli 2011
Wikipedia
Ensiklopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Asynchronous_learning,
15 Juli 2011.
Wikipedia 
Ensiklopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/MLearning,
15 Juli 2011
Wikipedia 
Ensiklopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Personalized_learning,
16 Juli 2011
Wikipeida 
Ensiklopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Flexible_learning,
15 Jiuli 2011
Yahya, Saadiah; Ahmad, Erny Arniza and Jalil,
Kamarularifin Abd. The definition and characteristics of ubiquitous 
learning: A
discussion., International
Journal of Education and Development using Information and Communication
Technology, (IJEDICT), 2010, Vol.
6, Issue 1, pp. x-x.
Zucker, Susan G. Forensic
Science
 Education for Civil Criminal Juctice Communities. The Board of
Regent of University of Wisconsin System, 2005.

 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar